PUISI TERAKHIR
Aku
berkaca
Bukan
buat ke pesta
Ini luka
penuh luka
Siapa
punya?
Keningku mulai mengerut saat mencoba memahami makna sepenggal bait
dari puisi tersebut.. Aku mencoba memulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh guruku
di tengah hiruk-piruk ruangan diskusi tempat bimbingan belajar ini.
Kulihat sejenak,teman-teman kelas bimbelku sedang mengerumuni kakak
pengajar yang sedang menjelaskan teori
Matematika tepat didepanku. Kutengok ke belakang, seorang kakak pengajar menjelaskan
soal bahasa inggris yang duduk disampingnya sedang mendengarkan dan mencoba
mengingat teknik-teknik tersebut. Yup, hari-hari di bimbingan belajar ini terasa riuh karena akan menjelang UN.
Kulihat keruangan belakang ada beberapa temanku yang sedang asik menikmati
makanan dan minuman sambil bergosip ria
di cafe yang baru didirikan,setelah mereka belajar dikelas.
Sedang asiknya melihat sekitarku,,seorang
yang tidak asing bagiku turun dari lantai atas dan datang menghampiriku. Dengan
tersenyum ia berkata
“mau diskusi apa Din?”.
“Bahasa
Indonesia ka” jawabku dengan membalas senyumannya
. “Mau
diskusi yang mana?”dengan ramah ia bertaya kepadaku,seperti biasanya dan kini
duduk disampingku.
“Iya nih ka, Dinda bingung. Dinda disuruh
menganalisa puisinya Chairil Anwar,untuk persiapan ujian nasional B.Indonesia”
aku sedikit mrapikan poni rambutku saat mejawab.
“Kamu ingin memahai puisi Chairil yang mana
Din?”tanya kak toni.
“Selamat Tinggal”.
Ekspresi kak Toni langsung berubah dan sedikit
terdiam saat aku memberitahu judul puisi
tersebut. Seperti ada yag dipikirkan didalam benak kak Toni.
“Kenapa
kak?” tanyaku dengan rasa ingin tahu..
“Enggak kok Cuma teringat motto kakak aja” jawabnya.
“motto
apa kak?”.
“Never say goodbye,because someday we will
meet again” jawabnya dengan melihat kdu mataku.
“Ooh, gitu ya kak”.ujarku dengan sedikit
menganggukkan kepalaku.
“sampai
mana tadi?”. Ia pun memalingkan pembicaraanna.
“Memahmi sebuah puisi”jawabku sambil menatap
wajahnya.
“Oke, gini. Menurut pendapat kakak,sebenarnya puisi adalah sesuatu yang tidak pasti. Tidak seperti
Matematika dan Fisika” ia mulai menjelaskan.
“Setiap orang mempunyai persepsi berbeda saat
memahami makna yang tersirat dari sebuah
puisi,karena makna sebenarnya sebuah puisi
hanya diketahui oleh penulis puisi itu sendiri.” ia melanjutkan penjelasannya.
“Tetapi ada teknik-teknik untuk mencari makna
dari sebuah puisi. walaupun hasinnya tidak setepat makna sesungguhnya,namun
setidaknya mendekati makna sebenarnya”ujarnya.
“Iya,teknk, Oke kita gunakan sepuluh metode
dari Mursal Estel aja untuk menganalisa
puisi tersebut agar lebih mudah”.
“Metode dari Mursal Estel?oh iya,Dinda baru
inget.. Guru Bahasa Indonesia Dinda pernah bilang kayak gitu. Kalau gak salah
metode yang pertama perhatikan judulnya,lihat kata-kata yang dominan,selami
makna konotatif,cari makna yang tersembunyi,terus....seperti..anu..he..he.. Dinda lupalagi”.Aku sedikit tertawa mengatakannya.
“Ternyata
kamu tahu juga yah,walaupun haya beberapa yang kamu ,,ingat.Kirain kakak ,kamu
hanya bisa ngerayu cowok doang”ledeknya sambil tertawa.
“iiiih
kakak, Dinda gak kayak gitu”rengekku
sambil mencubit lengan kak Toni.
Memang
sih dia agak nyebelin, selalu ngeledekkin Dinda ,tapi Dinda ingi ko’ kak
Toni seperti itu,biar gak
terlalu serius belajarnya.
“oh iya, kamu sudah baca kan puisinya?”tanya
kak Toni kembali.
“Sudah kak,malah berulang-ulng kali
bacanya”jawabku sambil menunjukkan buku
kumpulan puisi yang ada didepanku.
“oke, kalau sudah, kita parafrasekan dahulu puisi tersebut. Setelah itu kita
gunakan metode-metode selanjutnya” ujarnya. Dengan semangat aku mengerjakkan
tugas tersebut. Karena aku ingin mengerti apa yang tidak mengerti.
***
Hampir
satu jam aku mengerjakkan tugas tersebut
dengan dibimbing kak Toni dan akhirnya selesai tepat pada bel masuk,tepat masuk kelas.
“Oke deh,thanks ya kak?” ucapku.
“you’re welcome”ujarnya sambil tersenyum.
“Yup,Dinda
masuk kelas dulu yah?”sambil membereskan bukuku.
“Tumben semangat banget masuk ke kelas,kamu
semanagat masuk hari ini karena gara-gara anak baru di kelas kamu yang mirip
Afgan yah ?ciee....kamu suka yah?” ledek kak Toni lagi.
“apaan si
ka, engga..engga..Dinda gak suka!”jawabku dengan wajah yang mulai memerah.
Aku
langsung bangun dan jalan menuju tangga menghindari ledekkan kak Toni.
“see
ya”ucapnya.
“farewall”jawabku.
Aku pun langsung menaikki tangga dan menuju
lantai 3. Tetapi jalanku sedikit tersendat di tengah tangga lantai pertama
karena bertepatan anak-anak kelas enam turun dari lantai 2 yang baru keluar
dari kelas. Sedikit menunggu,aku memalingkan wajhku ke samping.Dari sana aku
bisa melihat seluruh ruangan lantai 1. Ku lihat kak Toni sedang bersalaman
dengan kakak pengajar lainnya saat kak Toni berjalan keluar dari gedung
berlantai 3 ini. “Enggak seperti
biasanya kak Toni pulang bersalaman dengan kakak pengajar lainnya” benakku bertanya.
Pikiranku terbuyarkan saat temanku yang ada dibelakang mendorong tubuhku
untuk berjalan karena mereka sudah melewati kami.Sampai dilantai 3,aku pun
bergegas masuk ke kelas dan duduk dibangku terdepan. Tidak lama kemudian anak
baru itu datang dan duduk tepat disampingku.wajahku kini seperti lobster yang
sedang direbus.
***
Dua hari kemudian,aku terlambat datang ke
tempat bimbel karena ada pelajaran tambahan dari sekolah untuk menghadapi UN.
Tapi aku masih semangat ingin masuk ke kelas karena seingatku hari ini
diajarkan oleh kak Toni . Namun, saat aku membuka pintu pintu kelasku. Ku lihat
kak Santi sedang asik mengajar. Sedikit heran aku bertanya
“Loh, kok ka Santi yang ngajar?kak Toni
kemana?”.
“Iya,kakak
yang ngajar sekarang,gantiin kak Toni.
Loh emangnya kamu belum dengar beritanya Din?kemarin kak Toni berangkat ke
Inggris untuk melanjutkan kuliah S2 nya. So,he is not teaching here again”
jawab kak Santi dengan sedih.
Aku
langsung terdiam tak percaya mendengr kabar tersebut. Tiba-tiba badanku lemas
dan tak kuasa menahan tubuhku yang mulai tidak seimbang. Ku coba duduk untuk
mengendalikan perasaan kehilangan yang sedang meremas hatiku. Pikiranku
melayang dan mulai sadar akan tanda-tanda yang di berikan kak Toni. “Never Say
Goodbye,Because someday we will meet again”. Air mataku mulai mengalir deras teringat saat kita berdiskusi dan
bercanda. Tidak terpikir olehku,puisi kemarin adalah puisi terakhir dariku
untuknya dan bait terakhir puisi itu kini terngiang di benakku.
Segala
menebal, segala mengental
Segala
tak ku kenal.. Selamat Tinggal....