Jumat, 22 November 2013

cerpen PUISI TERAKHIR


PUISI TERAKHIR
Aku berkaca                       
Bukan buat ke pesta
Ini luka penuh luka
Siapa punya?

        Keningku mulai mengerut  saat mencoba memahami makna sepenggal bait dari puisi tersebut.. Aku mencoba memulai mengerjakan tugas yang diberikan  oleh guruku  di tengah hiruk-piruk ruangan diskusi tempat bimbingan belajar ini. Kulihat sejenak,teman-teman kelas bimbelku sedang mengerumuni kakak pengajar  yang sedang menjelaskan teori Matematika tepat didepanku. Kutengok ke belakang, seorang kakak pengajar menjelaskan soal bahasa inggris yang duduk disampingnya sedang mendengarkan dan mencoba mengingat teknik-teknik tersebut. Yup, hari-hari di bimbingan belajar  ini terasa riuh karena akan menjelang UN. Kulihat keruangan belakang ada beberapa temanku yang sedang asik menikmati makanan dan minuman  sambil bergosip ria di cafe yang baru didirikan,setelah mereka belajar dikelas.
      Sedang asiknya melihat sekitarku,,seorang yang tidak asing bagiku turun dari lantai atas dan datang menghampiriku. Dengan tersenyum ia berkata
 “mau diskusi apa Din?”.
“Bahasa Indonesia ka” jawabku dengan membalas senyumannya
. “Mau diskusi yang mana?”dengan ramah ia bertaya kepadaku,seperti biasanya dan kini duduk disampingku.
 “Iya nih ka, Dinda bingung. Dinda disuruh menganalisa puisinya Chairil Anwar,untuk persiapan ujian nasional B.Indonesia” aku sedikit mrapikan poni rambutku saat mejawab.
 “Kamu ingin memahai puisi Chairil yang mana Din?”tanya kak toni.
“Selamat Tinggal”.
 Ekspresi kak Toni langsung berubah dan sedikit terdiam saat aku  memberitahu judul puisi tersebut. Seperti ada yag dipikirkan didalam benak kak Toni.
 “Kenapa  kak?” tanyaku dengan rasa ingin tahu..
 “Enggak kok Cuma  teringat motto kakak aja” jawabnya.
“motto apa kak?”.
 “Never say goodbye,because someday we will meet again” jawabnya dengan melihat kdu mataku.
 “Ooh, gitu ya kak”.ujarku dengan sedikit menganggukkan kepalaku.
“sampai mana tadi?”. Ia pun memalingkan pembicaraanna.
 “Memahmi sebuah puisi”jawabku sambil menatap wajahnya.
 “Oke, gini. Menurut  pendapat kakak,sebenarnya puisi adalah  sesuatu yang tidak pasti. Tidak seperti Matematika dan Fisika” ia mulai menjelaskan.
 “Setiap orang mempunyai persepsi berbeda saat memahami makna yang tersirat  dari sebuah puisi,karena makna sebenarnya sebuah puisi  hanya diketahui oleh penulis puisi itu sendiri.” ia melanjutkan penjelasannya.
  “Tetapi ada teknik-teknik untuk mencari makna dari sebuah puisi. walaupun hasinnya tidak setepat makna sesungguhnya,namun setidaknya mendekati makna sebenarnya”ujarnya.
 “Iya,teknk, Oke kita gunakan sepuluh metode dari Mursal  Estel aja untuk menganalisa puisi tersebut agar lebih mudah”.
 “Metode dari Mursal Estel?oh iya,Dinda baru inget.. Guru Bahasa Indonesia Dinda pernah bilang kayak gitu. Kalau gak salah metode yang pertama perhatikan judulnya,lihat kata-kata yang dominan,selami makna konotatif,cari makna yang tersembunyi,terus....seperti..anu..he..he..  Dinda lupalagi”.Aku sedikit tertawa mengatakannya.
“Ternyata kamu tahu juga yah,walaupun haya beberapa yang kamu ,,ingat.Kirain kakak ,kamu hanya bisa ngerayu cowok doang”ledeknya sambil tertawa.
“iiiih kakak, Dinda gak kayak gitu”rengekku  sambil mencubit lengan kak Toni.
Memang sih dia agak nyebelin, selalu ngeledekkin Dinda ,tapi Dinda ingi ko’ kak Toni  seperti itu,biar  gak  terlalu serius belajarnya.
 “oh iya, kamu sudah baca kan puisinya?”tanya kak Toni kembali.
 “Sudah kak,malah berulang-ulng kali bacanya”jawabku sambil menunjukkan buku  kumpulan puisi yang ada didepanku.
 “oke, kalau sudah, kita parafrasekan  dahulu puisi tersebut. Setelah itu kita gunakan metode-metode selanjutnya” ujarnya. Dengan semangat aku mengerjakkan tugas tersebut. Karena aku ingin mengerti apa yang tidak mengerti.
***
    Hampir satu jam  aku mengerjakkan tugas tersebut dengan dibimbing kak Toni dan akhirnya selesai tepat  pada bel masuk,tepat masuk kelas.
 “Oke deh,thanks ya kak?” ucapku.
 “you’re welcome”ujarnya sambil tersenyum.
“Yup,Dinda masuk kelas dulu yah?”sambil membereskan bukuku.
 “Tumben semangat banget masuk ke kelas,kamu semanagat masuk hari ini karena gara-gara anak baru di kelas kamu yang mirip Afgan yah ?ciee....kamu suka yah?” ledek kak Toni lagi.
“apaan si ka, engga..engga..Dinda gak suka!”jawabku dengan wajah yang mulai memerah.
Aku langsung bangun dan jalan menuju tangga menghindari ledekkan kak Toni.
“see ya”ucapnya.
 “farewall”jawabku.
 Aku pun langsung menaikki tangga dan menuju lantai 3. Tetapi jalanku sedikit tersendat di tengah tangga lantai pertama karena bertepatan anak-anak kelas enam turun dari lantai 2 yang baru keluar dari kelas. Sedikit menunggu,aku memalingkan wajhku ke samping.Dari sana aku bisa melihat seluruh ruangan lantai 1. Ku lihat kak Toni sedang bersalaman dengan kakak pengajar lainnya saat kak Toni berjalan keluar dari gedung berlantai 3 ini.  “Enggak seperti biasanya kak Toni pulang bersalaman dengan kakak pengajar lainnya” benakku  bertanya.
 Pikiranku terbuyarkan saat  temanku yang ada dibelakang mendorong tubuhku untuk berjalan karena mereka sudah melewati kami.Sampai dilantai 3,aku pun bergegas masuk ke kelas dan duduk dibangku terdepan. Tidak lama kemudian anak baru itu datang dan duduk tepat disampingku.wajahku kini seperti lobster yang sedang direbus.
***
     Dua hari kemudian,aku terlambat datang ke tempat bimbel karena ada pelajaran tambahan dari sekolah untuk menghadapi UN. Tapi aku masih semangat ingin masuk ke kelas karena seingatku hari ini diajarkan oleh kak Toni . Namun, saat aku membuka pintu pintu kelasku. Ku lihat kak Santi sedang asik mengajar. Sedikit heran aku bertanya
 “Loh, kok ka Santi yang ngajar?kak Toni kemana?”.
“Iya,kakak yang ngajar  sekarang,gantiin kak Toni. Loh emangnya kamu belum dengar beritanya Din?kemarin kak Toni berangkat ke Inggris untuk melanjutkan kuliah S2 nya. So,he is not teaching here again” jawab kak Santi dengan sedih.
Aku langsung terdiam tak percaya mendengr kabar tersebut. Tiba-tiba badanku lemas dan tak kuasa menahan tubuhku yang mulai tidak seimbang. Ku coba duduk untuk mengendalikan perasaan kehilangan yang sedang meremas hatiku. Pikiranku melayang dan mulai sadar akan tanda-tanda yang di berikan kak Toni. “Never Say Goodbye,Because someday we will meet again”. Air mataku mulai mengalir  deras teringat saat kita berdiskusi dan bercanda. Tidak terpikir olehku,puisi kemarin adalah puisi terakhir dariku untuknya dan bait terakhir puisi itu kini terngiang di benakku.
Segala menebal, segala mengental
Segala tak ku kenal.. Selamat Tinggal....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar